Senin, 25 Mei 2009

Pustaka Keperawatan

BAB 1

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

National Cancer Institute di Amerika Serikat, Melaporkan bahwa pada tahun 1991 terdapat 6 juta pasien tumor ganas. Dari seluruh tumor ganas tersebut, insiden karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa adalah sebanyak 600 ribu pasien. Tercatat jumlah pasien tumor ganas leher dan kepala sebanyak 78 ribu orang dan lebih dari 75 %, adalah karsinoma sel skuamosa.

Dari seluruh pasien tumor ganas yang tercatat pada tahun 1991 tersebut, 10% pasien meninggal dunia pada tahun pertama, di antaranya 3 – 4% adalah pasien dengan keganasn pada leher – kepal. Pada awal januari 1997 dilaporkan bahwa kira – kira 33% pasien tumor ganas leher dan kepala telah meninggal dunia. Secara keseluruhan, angka rata – rata bertahan hidup 5 tahun untuk tumor leher dan kepala, berkisar antara 50 - 60% untuk tumor primer saja, dan bertahan hidup 5 tahun sebanyak 30% pada pasien tumor ganas primer yang telah bermetastasis. Dari penelitian yang dilakukan, keganasan di bidang telinga ardhidung, dan tenggorokan ini sangat erat hubungan dengan pasien yang social ekonominya rendah, malnutrisi, pasien-pasien perokok berat, pengkonsumsi makanan yang di awetkan (jenis protein), dan para pminum alcohol. Di antara tumor ganas yang terdepat pada bidang telinga hidung dan tenggorokan, tumor ganas nasofaring adalah yang terbanyak. Tumor ganas nasofaring ini menempati urutan ke tiga tumor ganas tebanyak di Indonesia, sesudah tumor ganas serfik dan tumor ganas mamae.

Perokok berat dan peminum alcohol mempunyai resiko timbulnya karsinoma sel skumosa pada rongga mulut, faring dan laring. Juga terdapat pada pasien yng mengunyah tembakau seperti yang terdapat di India, sangat mungkin menderita tumor ganas rongga mulut. Distribusi keganasan dibidang telinga hidung dan tenggorokan kira-kira 42% adalah tumor ganas rongga mulut, 25% laring, 15% orofaring dan hipofaring, 7% kelenjar liur besar 4% nasofaring, 4% sinus paranasal dan 3% tiroid, kulit dan jaringan ikat lainnya. (Soepardi.(2001). Buku ajar kesehatan THT kepala leher.EDS.jakarta:gaya baru)

Kanker yang menyerang hidung, telinga dan tenggorokan (THT) merupakan salah satu kanker yang sering dijumpai di Indonesia dan Negara-negara Asia. Data kasus kanker THT sebanyak 712 kasus di FKUI-RSCM selama periode 1988-1992, yang terbanyak adalah kanker nasofaring (71,77 %). Kanker nasofaring sendiri, berdasarkan data patologi tahun 1990 menduduki urutan ke empat dari 15 jenis kanker di indonesia setelah kanker rahim, payudara, dan kulit. (www.kompas.com). Di Indonesia pembagian tumor ganas yang sering terdapat ialah tumor-tumor ganas : Nasofaring 71%, Hidung dan Sinus 10,7%, Laring 10,1%, Telinga, 2,16%, Esofagus / Bronkus 1,42%, Orofaring / Tonsil 1,97%, Rongga Mulut 1,41% dan lain-lain.Karsinoma sel skuamosa ini dapat berdiferensiasi buruk, sedang, atau baik. Sehubungan dengan terdapatnya tumor primer pad organ telinga hidung dan tnggorokan, tuor primer ini akan memberikan gejala-gejala pada tempat tersebut seperti odinofagia, disfagia, gangguan pada muka, sumbatan pada hidung, mimisan, gejala aspirasi,sumbatan jalan nafas. Untuk mendeteksi tumor primer, penjalaran pada kelenjar limfa leher atau metastasis jauh, diperlukan pemerikaan khusus lainnya disamping pemeriksaan dengan mata biasa dan palpasi. Pemeriksaan penunjang lain tersebut dapat dilakukan dengan bantuan biopsy jarum halus(FNAB) angiograms, ultrasonografi, pemeriksaan radiologist seperti magnetic resonance imaging (MRI), computerized tomography (CT), nuclear scans, rontgenograms dan angiograms. (www.kompas.com).

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penulisan makalah ini untuk mendapatkan kemampuan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kanker nasofaring.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan Laporan kasus ini adalah agar dapat memahami dan mengetahui tekhnis pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang di perlukan pada klien dengan kanker nasofaring.

3. Ruang Lingkup Penulisan

Dalam penulisan makalah ini kelompok hanya membahas penyakit secara tinjauan teoritis dan pemberian asuhan keperawatan pada klien kanker nasofaring dengan pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

4. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini kelompok menggunakan metode keperpustakaan akademi keperawatan sintang dengan cara mencari dari buku-buku sebagai referensi, membaca dan mempelajari buku-buku literatur yang terkait dengan kanker nasofaring. kelompok juga mengambil beberapa referensi dari internet.

5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan kasus ini terdiri dari empat bab, yakni Bab I tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan; Bab II tinjauan teoritis yang terdiri dari anatomi dan fisiologi , konsep dasar kanker nasofaring, Bab III asuhan keperawatan kanker nasofaring secara teoritis; dan Bab IV penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Fisiologi

Nasofaring adalah daerah tersembunyi yang terletak di belakang hidung berbentuk kubus. Bagian depan nasofaring berbatasan dengan rongga hidung, bagian atas berbatasan dengan dasar tengkorak, serta bagian bawah merupakan langit-langit dan rongga mulut.(Gizi.net)

Rongga faring / tekak dibagi dalam tiga bagian : bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring. Nasofaring ialah salah satu bagian dari faring. Faring atau tekak adalah organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus), didalam lengkung laring terdapat tonsil ( amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana.keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Bagian superior yaitu bagian yang sama tingginya dengan hidung yang disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan gendang ruang telinga.

2. Bagian media yaitu bagian yang sama tingginya dengan mulut disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah.

3. Bagian inferior yaitu bagian yang sama tingginya dengan laring disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi kesehatan Dunia (WHO) sebelu tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu:

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (keratinizing squamous Cell Carcinoma).

2. karsioma non-keratinisasi (N0n-keratinizing Cacinoma)

Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).

Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nucleoli yang jelas

Gambar. Anatomi pernapasan

(Cancer.Net (2008))

B. Konsep Dasar Nasofaring

  1. Pengertian.

1) Kanker adalah masa abnormal dari sel yang mengalami proliferasi. (Silvia, 2006)

2) Kanker nasofaring KNF (Kanker Nasofaring )adalah kanker yang berada dalam daerah nasofaring.(www.mldi.co.id).

3) Kanker naso faring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher.(THT, Gaya Baru Jakarta :2001)

4) Kanker Nasofaring adalah keganasan pada faring bagian atas (nasofaring).
(http://www.kompas.com/)

5) Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring yang berada di rongga belakang hidung dan di belakang langit-langit rongga mulut. Letaknya yang berdekatan, membuat penyebarannya menjadi mudah terjadi pada bagian mata, telinga, kelenjar leher dan otak. : http://www.kompas.com

  1. Etiologi

Kaitan antara virus epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk kedalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini ibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

Mediator di bawah ini di anggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :

1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.

Penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet yang luas penggunaannya, telah menimbulkan kerisuan dengan dipublikasikannya suatu hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa nitrit adalah suatu karsinogen. Akan tetapi akhirnya disimpulkan bahwa hal itu tidak benar.

Namun demikian, akhir-akhir ini penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet kembali disoroti oleh banyak ahli, karena adanya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa “nitrosamin”, suatu zat karsinogenik, dapat terbentuk dari hasil reaksi antara nitrit dan senyawa amin sekunder yang terdapat dalam bahan makanan (misalnya daging, ikan dan lain-lain). Hal tersebut telah mendorong para ahli untuk meneliti sejauh mana kemungkinan terbentuknya nitrosamin pada bahan makanan yang diawetkan dengan nitrat dan nitrit, dan sejauh mana nitrosamin yang terbentuk tersebut dapat menimbulkan kanker pada manusia. Salah satu kelebihan nitrosamin dibandingkan dengan karsinogen lain adalah kepastiannya untuk menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ, termasuk hati, gimjal, kandung kemih, paru-paru, lambung, saluran pernafasan, pankreas dan lain-lain. Konsentrasi nitrat dan nitrit yang diijinkan digunakan dalam makanan berbeda-beda antar negara, tetapi berkisar antara 10 - 200 ppm untuk nitrit dan 500 – 1000 ppm untuk nitrat (Di Indonesia, 500 ppm untuk nitrat dan 200 ppm untuk nitrit). Akan tetapi mengingat efek negatifnya, yaitu kemungkinan diproduksinya nitrosamin yang bersifat karsinogenik, di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa dosis penggunaannya telah dikurangi sampai sekitar 40 – 50 ppm. Jumlah nitrit sekitar 50 ppm disertai dengan penggunaan sorbat sebagai pengawet, cukup efektif untuk mengawetkan produk daging. Demikian pula penambahan vitamin C atau vitamin E telah banyak dilakukan pada produk daging yang diawetkan dengan nitrit, karena vitamin-vitamin tersebut ditemukan dapat mencegah terjadinya reaksi pembentukan “nitrosamin”.

2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup

kebiasaan buruk dan lingkungan. Misalnya, merokok dan mengonsumsi alkohol. Kedua hal ini memungkinkan risiko terkena kanker membesar. Sedangkan, yang dimaksud dengan lingkungan adalah ventilasi yang kurang baik, pembakaran dupa, kontak dengan zat karsinogen seperti pada pekerja pabrik bahan kimia, atau menghirup asap knalpot. Di Hongkong, asap dupa diduga menjadi penyebab utama penya Udara yang penuh asap di rumah-rumah dengan ventilasi kurang baik di Cina, Indonesia dan Kenya juga meningkatkan insiden kanker nasofaring. Pembakaran dupa, obat nyamuk bakar di rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan kanker ini. 
Sekitar 85% penderita merupakan perokok dan peminum alkohol.

Kanker mulut juga bisa terjadi akibat:
- kebersihan mulut yang buruk
- gigi palsu yang tidak pas
- menghirup atau mengunyah tembakau.

3. Keturunan dan Ras

Insiden karsinoma nasofaring tertinggi didunia dijumpai pada penduduk daratan cina bagian selatan, Khususnya suku kanton di propinsi Guang Dong dengan angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk pertahun. Insidens karsinoma nasofaring juga banyak pada daerah yang banyak dijumpai imigran Cina, misalnya di Hong Kong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insiden terendah pada bangsa kaukasian, jepang dan India. Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibandingkan pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif (30 -60 tahun), dengan usia terbanyak adalah 40-5- tahun. Di bagian THT RSUP. H. Adam Malik Medan selama 5 tahun (1997-2001) didapatkan 42 orang penderita karsinoma nasofaring yang mendapat radioterapi. faktor keturunan. Dalam keluarga dengan riwayat terkena kanker-terutama kanker nasofaring-besar kemungkinan untuk terkena kanker nasofaring

  1. Patofisiologi

Gambar. Patofisiologi CA. Nasofaring

(Cancer.Net (2008))

Keterangan:

Dengan mengkonsumsi ikan asin yang berlebihan dapat mengaktifkan EBV dalam tubuh,sehingga dapat menstimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol.

Dengan pembelahan sel tersebut mengakibatkan terjadinya Diferensiasi dan Polferasi protein laten (EBNA -1), sehingga terjadilah pertumbuhan sel kanker pada nasofaring (utama padsa fossa rossamuller).Dengan adanya sel kanker tersebut mengakibatkan penekanan pada tuba eutachius sehingga terjadi penyumbatan muara tuba yang akhirnya terjadi gangguan persepsi sensori(pendengaran).

Pertumbuhan sel kanker mengalami metastase ke kelenjar getah bening melalui aliran limfe sehingga terjadi polferasi sel kanker di kelenjar getah bening.Bentuk dari polferasi itu berupa benjolan massa pada leher bagian samping sehingga menembus kelenjar dan mengenai otak di bawahnya kemudian kelenjar tersebut melekat pada otot dan sulit digerakkan sehingga terasa nyeri.

Selain faktor dari makanan,dari riwayat keluarga juga mempengaruhi terjadinya ca.nasofaring karena adanya kerusakan DNA pada sel dimana pola kromosomnya abnormal sehingga terbentuk sel-sel kromosom dan pola kromosom abnormal mengakibatkan terjadinya kromosom ekstra terlalu sedikit translokasi kromosom sehingga sifat kanker diturunkan pada anak,dan anak tersebut mengalami polferasi sel kanker sehingga ada kemungkinan menderita ca.Nasofaring.

Pengobatan penyakit ini bisa dengan kemoterapi dengan indikasi supresi sumsum tulang, iritasi traktus Gastrointestinal juga dapat dilakukan dengan kemoterapi. Iritasi yang terjadi pada traktus Gastrointestinal dapat merangsang terjadinya diare maupun konstipasi, gangguan pembuluh sel darah merah seperti berkurangnya eritrosit, leukosit dan trombosit, yang mempengaruhi daya tahan imunitas sehingga beresiko tinggi terhadap infeksi. Sedangkan pada indikasi perangsangan eliktronik zona pencetus kemoreseptor di ventrikel IV otak, dapat ditemukan efek yang diterima yang pertama iritasi mukosa mulut yang beresiko tinggi terhadap perubahan membrane mukosa mulut yang ditandai dengan terdapatnya stomatitis dan anoreksia, yang kedua mual muntah yang menyebabkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. Dan yang terkhir yaitu merusak sel-sel epitel sehingga berdampak padakerusakan integritas kulit dengan diagnosa gangguan integritas kulit, sedangkan jika terjadi kerusakan pada kulit kepala yang menyebabkan terjadinya alopesia pada klien, maka dapat ditarik diagnosa gangguan harga diri rendah.

Gambar : Perjalanan infeksi EVB

(Cancer.Net (2008))

Pertumbuhan Tumor

Virus Epstein-Barr adalah virus yang berperan penting dalam timbulnya kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala. Dikatakan, nitrosamin yang merupakan salah satu metabolisme dalam ikan asin merupakan mediator dari virus Epstein-Barr tersebut.

Virus Epstein-Barr (penyebab mononukleosis infeksiosa) berperan dalam terjadinya kanker nasofaring (faring bagian atas).

Epstein-Barr virus merupakan faktor etiologi terganas. Dari berbagai penelitian dinyatakan EBV menginfeksi sel epitel nasofaring melalui ikatanya dengn complement receptor tipe 2 (CR 2) yang disebut CD21. selain itu, EBV juga menginfeksi sel limfosit B dan dapat laten pada berbagai macam antigen spesifik fase laten, yakni Epstein-barr Nuclear Antigen (EBNA 1-6), dan membrran laten membrane protein (LMP1-2). Sementara itu,LMP1 merupakan antigen membran yang berperan potensial pada karsinigenesis KNF, karena mempengaruhi proliferasi dan replikasi virus sehingga menyebabkan sel-sel yang terinfeksia menjadi imortal. Disamping itu, LMP1 juga menginduksi epidermal growth fa ctor, sehinga berpengaruh pada pertumbuhan tumor.

Ada tiga macam kanker/ karsinoma yang menyerang nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa, karsinoma tidak berkeratinisasi, dan karsinoma tidak berdiferensiasi.

Dalam perkembangan kanker dikenal dengan istilag stadium. Untuk menentukan stadium dikenal dengan sistem TNM menurut UICC (1992)

Epstein-Barr_virus (www.wikipedia.com)

4. Stadium Kanker Nasofaring

Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC atau (Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut:

T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.

T0 = Tidak tampak tumor

T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi di nasofaring

T2 = Tumor meluas lebih dari satu lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring

T3 = Tumor meluas kekavum nasi dan / orofaring

T4 = Tumor meluas ke tengkorak / sudah mengenai saraf otak

N = Nodule, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional

N0 = Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 = Terdapat pembesaran kelenjar Homolateral yang masih dapat di gerakkan

N2 = Terdapat pembesaran kelenjaran Kontralateral / Bilateral yang masih dapat digerakkan

N3 = Terdapat pembesaran kelenjar baik Homo lateral, Kontralateral atau Bilaterral yang sudah melekat pada jaringan sekitar.

M = Metastase, Menggambarkan metastase jauh

M0 = Tidak ada metastase jauh

M1 = Terdapat Metastase jauh

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0

T1,T2,T3 N1 M0

Stadium IV : T4 N0,N1 M0

Tiap T N2,N3 M0

Tiap T Tiap N M1

Menurut American Joint Commite Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring diklafikasikan sebagai berikut:

Tis : Carcinoma in situ

T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi

T2 : Tumor yan g menyerang 2 tempat yaitu dinding postero-superior dan dinding lateral.

T3 : Perluasan tumor sampai kedalam rongga hidung atau orofaring.

T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang ke saraf cranial (atau keduanya).

5. Gambaran Klinis

A. Gambaran awal

1)      Gejala Hidung
Gejala pada hidung merupakan gejala dini kanker nasofaring, akan tetapi gejala ini tidak khas. Karena dapat dijumpai pada penyakit infeksi biasa seperti rinitis kronis maupun sinusitis. Gejala yang dimaksud dapat berupa:
a)      sumbatan hidung. 
Hal ini bersifat menetap akibat pertumbuhan tumor  ke dalam rongga nasofaring. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai gangguan penciuman dan adanya ingus yang kental  tercampur ingus sehingga berwarna merah jambu atau terdapat garis-garis darah halus.
b)      Kecurigaan besar terhadap kanker nasofaring jika:
1)      Menderita pilek lama lebih dari satu bulan, usia di atas 40 tahun,     dan tidak didapati adanya kelainan lain pada hidung
2)      Penderita pilek lama, ingus kental berbau dan terdapat garis-garis darah tanpa kelainan hidung dan sinus paranasal (dekat hidung)
3)      Penderita usia di atas 40 tahun dengan riwayat sering mimisan yang tidak jelas penyebabnya
2)      Gejala Telinga
Bisa ditemukan gangguan pendengaran (kurang/sukar mendengar), rasa penuh di telinga, seperti ada cairan, dan telinga berdenging (umumnya satu sisi saja).Gejala yang merupakan gejala dini ini, harus diperhatikan serius terutama jika gejala ini menetap atau hilang timbul tanpa penyebab yang jelas.
3)      Pembesaran Kelenjar Leher
Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa penderita berkonsultasi ke dokter. Sebagian besar penderita datang berobat dengan keluhan pembesaran kelenjar leher baik sesisi maupun kedua sisi. Pada saat ini sebenarnya kanker tersebut telah menyebar. Benjolan ini, teraba keras dan tidak nyeri.
 
B.     Gambaran lanjut
1)      Gejala-Gejala Berat
Gejala-gejala yang disebutkan di atas mungkin masih tidak diperhatikan penderita, karena meskipun sudah ada benjolan namun kalau tidak sakit biasanya dibiarkan saja, apalagi hanya mimisan atau hidung berbau.
Tapi selanjutnya gejala kanker nasofaring akan membuat gangguan pada penglihatan, kelumpuhan otot-otot kelopak mata sehingga tidak bisa membuka mata secara normal, dan pandangan menjadi ganda. Bisa juga terjadi nyeri kepala hebat. Jika telah mengenai saraf daerah mulut, maka bisa terjadi kesulitan dan nyeri menelan, tidak bisa bersuara,  dan lain-lain. Secara tidak langsung hal-hal ini mengakibatkan kondisi fisik dan sosial penderita akan menurun secara drastis.
 
 
2)      Gejala-Gejala Yang Lebih Berat
Gejala yang paling berat, adalah jika melalui darah dan  aliran limfe sel-sel kanker menyebar (metastase) mengenai organ tubuh yang letaknya jauh seperti tulang, paru dan hati. Gejala yang timbul adalah sesuai dengan gejala akibat kerusakan organ-organ tersebut. Apabila didapati gejala penyerta seperti nyeri tulang, sesak, asites, dll., umumnya merupakan
tanda suatu penyakit yang sukar diobati lagi.Pengobatan yang dilakukan hanya bersifat meringankan penderita baik semasa hidup maupun meninggalnya.
 
  1. Pemeriksaan diaknostik
    1. CT SCAN dan MRI mengetahui perluasan kanker dan menntukan stadium penyakit.
    2. Pemeriksaan darah lengkap, dapat menyatakan anemia, yang merupakan masalah umum.
    3. Survei imonologi, dapat dilakukan unuk pasien yang menerima kemotherapi/imunoterapi.

  1. Penatalaksanaan

1. Terapi

Radio terapi masih merupakan pengobatan utam yang ditekankan pada penggunaan megavoltage dan peengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan , sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebgai terpi ajuvan (tambahan). Berbgai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik  sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-Platinum, bleomicyn, dan 5-fluororasil sedang dikembangkan dibagian THT FKUI dengan hasil sementara dengan hasil memuaskan.
Kombinasi kemo- radioterapi dengan mito-micyn dan 5-fluoroucil oran setiap hari sebalum memberikan radiasi yang bersifat radio sensitizer memberikann harapan akan kesembuhan.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakuakan terhadap benjoaln dileher yang tidak hilang pada penyinaran.
2.      Perawatan paliatif
Efek dari radiologi adalah mulut kering disebabkan kerusakan kelenjar liur ketika penyinaran, sehingga pasien perlu dianjurkan untuk makan makanan yang banyak mengandung kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mngunyah yang berasa asam sehingga merangsang pengeluaran air liur.. Efek lain yang bisa ditimbulkan pada penderita adalah mual, muntah. Bisa juga terjadi karies pada gigi, gangguan pendengaran, kesukaran membuka mulut, dan lain-lain. 
3.      Pembedahan
Tindakan operasi jarang diperlukan, apalagi secara anatomis rongga nasofaring sulit dijangkau dan sangat berdekatan dengan struktur vital seperti dasar tengkorak, otak, mata dan arteri besar (karotis interna). Semuanya ini menyulitkan tindakan pembedahan.
 

  1. Komplikasi

Metastasis jauh ke tulang ,hati, dan paru dengan gejala khas nyeri pada tulang ,batuk-batuk ,dan gangguan fungsi hati


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

Menurut Doengoes, Moorhouse, Geissler, (1999) dalam buku rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan klien, pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien kanker

A. Makanan dan cairan

Gejala : kesulitan menelan

Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak

Bengkak, luka, massa tercatat tergantung pada lokasi kanker

Inflamasi/ drainase oral, kebersihan gigi buruk

B. Neurisensori

Gejala : Diplopia (penglihatan ganda)

Ketulian

Tanda : Ketulian konduksi

C. Nyeri/ keamanan

Gejala: Sakit tenggorok kronis benjolan pada tenggorokan

Penyebaran nyeri ketelinga nyeri wajah ( kemungkinan metastasis)

Tanda: Gelisah

Perilaku hati-hati

Nyeri wajah

D. Pernafasan

Gejala : Riwayat merokok/ mengunyah tembakau

Bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksid, serbuk, logam berat.

Drainase darah pada nasal

Tanda : Hemoptisis

Dispnea

Epistaksis (mimisan)

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.

Menurut Doengoes,dkk (1999) diagnosa yang dapat muncul pada pasien kanker nasofaring adalah:

A. Tak efektifnya bersihan jalan nafas b/d gangguan bernafas

B. Kerusakan komunikasi verbal b/d ada benjolan di tnggorokan

C. Nyeri b/d insisi pembedahan

D. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d diet

E. Perubahan citra tubuh b/d kehilangan suara.

3. Rencana tindakan

A. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d gangguan bernafas.

Awasi frekuensi/ kedalaman pernafasan, catat kemudahan bernafas, auskultasi bunyi nafas, dispnea, terjadinya sianosis.

1) Tinggikan kepala 30-45 derajat.

2) Dorong menelan, bila pasien mampu.

3) Ajarkan nafas dalam dan batuk efektif.

B. Kerusakan komunikasi verbal b/d ada benjolan ditenggorok.

1) Berikan komunikasi non-verbal sebagai komunikasi.

2) Berikan penjelasan tentang gangguan suara

C. Nyeri b/d insisi pembedahan

1) Selidiki karakteristik nyeri, periksa mulut, jahitan tenggorok untuk trauma baru.

2) Anjurkan penggunaan distraksi.

3) Berikan analgesic sesuai program.

D. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d diet.

1) Auskultasi bunyi usus

2) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi.

E. Perubahan citra tubuh b/d kehilangan suara.

1) Catat reaksi emosi

2) Pertahankan tindakan tenang,menyakinkan.

3) dorong pasien untuk menerima situasi pada tahap yang tenang.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan klien.

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan dan memfasilitasi koping.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, pelaksanaan sudah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.

A. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d gangguan bernafas

TUPEN : Klien dapat mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas bersih.

Membersihkan secret / nafas menjadi normal

B. Kerusakan komunikasi verbal b/d benjolan d tenggorokan.

TUPEN : Klien dapat menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.

Klien dapat memilih metode berbicara yang tepat setelah sembuh.

C. Nyeri b/d insisi bedah.

TUPEN : Nyeri klien berkurang sampai hilang

Klien dapat melakukan distraksi dalam penanganan nyeri.

D. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d diet.

TUPEN : Klien dapat memahami pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Membuat pilihan diet.

E. Perubahan citra tubuh b/d kehilangan suara.

TUPEN : Mengidentifikasikan dan metode koping untuk persepsi negatif terhadap diri sendiri.

Menunjukkan adaptasi awal terhadap lingkungan dalam interaksi yang positif.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Merupakan kanker yang terdapat pada nasopharing, berada di antara belakang hidung dan esofagus. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan kanker nasopharing, Pada banyak kasus, nasopharing carsinoma banyak terdapat di negara ras mongoloid, khususnya Cina Selatan. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat di negara lain, berdasarkan data patologi tahun 1990 kanker ini menduduki urutan ke empat dari 15 jenis kanker di indonesia setelah kanker rahim, payudara, dan kulit.

Epstein-barr virus adalah penyebab terganas dari kanker nasofaring, makanan-makanan yang diawetkan yang banyak mengandung nitrosamine. Radioterapi masih sebagai pilihan terapi meskipun memiliki komplikasi terhadap jaringan di sekitar tumor. Kegawatan dari penderita kanker nasofaring adalah proses perjalanan yang lama dan adanya gejala yang berat terjadi setelah masuk kedalam stadium yang berat. Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti dalam pemberian terapi.

Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-Platinum, bleomicyn, dan 5-fluororasil sedang dikembangkan dibagian THT FKUI dengan hasil sementara dengan hasil memuaskan. Tindakan operasi jarang diperlukan, apalagi secara anatomis rongga nasofaring sulit dijangkau dan sangat berdekatan dengan struktur vital seperti dasar tengkorak, otak, mata dan arteri besar (karotis interna). Semuanya ini menyulitkan tindakan pembedahan.

B. Saran

Kanker nasofaring dalam penanganan merupakan hal yang sulit dan salah satu kanker ganas yang berbahaya,. Antisifasi terbaik penyakit ini yaitu dengan menghindari makanan yang diawetkan dan mengandung nitrosamine, seperti protein yang diawetkan, ikan, daging, sosis dan lain-lainnya.

Antisifasi gejala-gejala yang timbul seperti yang di bahas diatas dengan segera menghubungi tim kesehatan sebagai pencegahan dini.